tentang pangan
dari http://www.seputar-indonesia.com (Selasa, 01 Mei 2007)Pangan, Belajar dari JepangPresiden SBY mengingatkan kita kembali akan pentingnya membangun ketahanan pangan nasional. Menghadapi pemanasan global yang mungkin akan berdampak pada kekeringan, kita harus mengantisipasi turunnya produksi padi. Padahal, jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, sebagian besar adalah pemakan nasi. Jepang tidak pernah mengalami kerisauan pangan seperti negara kita. Padahal, lahan pertanian di Jepang berkurang 20% selama 45 tahun.Selain itu,pemanfaatannya juga menurun signifikan. Kita tidak pernah melihat orang Jepang antre beras dalam operasi pasar. Negara Matahari Terbit ini seolah tenang-tenang saja meski ketersediaan pangan hasil produksi dalam negeri senantiasa kurang. Jepang adalah negara dengan penduduk lebih dari 100 juta. Keswasembadaan pangannya hanya sekitar 40% berdasarkan basis kalori, dan untuk bijibijian sekitar 28%. Keswasembadaan biji-bijian ini jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia (85%), India (91%), dan Bangladesh (97%). Sebagai negara yang banyak mengandalkan impor pangan dari negara lain, Jepang telah membangun sistem manajemen ketahanan pangan dengan sangat baik. Monitoring suplai dan permintaan pangan dilakukan dengan mengandalkan data impor-ekspor dari Departemen Keuangan, data produksidistribusi dari Bagian Statistik Departemen Pertanian, dan data konsumsi dari departemen lainnya. Semua data ini diakses dari WEB yang dikeluarkan secara tepat waktu dan kemudian menjadi acuan utama monitoring suplai-permintaan pangan domestik. Mengingat Jepang juga sangat berkepentingan dengan impor pangan dari negara-negara lain, maka data-data yang relevan dari USDA (Departemen Pertanian AS) dan FAO juga dijadikan dasar untuk melihat suplai-permintaan pangan dunia. Dengan mengandalkan semua informasi tersebut, dibangunlah sistem dan kebijakan yang efektif untuk ketahanan pangan. Sebagai negara yang semakin makmur, Jepang mengalami perubahan pola pangan yang menggeser pangan-pangan sumber kalori. Semula beras memberikan kontribusi 1090 Kalori, namun kini kontribusi beras hanya 600 kalori. Turunnya kontribusi kalori beras, digantikan oleh pangan-pangan lain seperti produk-produk ternak, minyak/lemak, terigu, gula, ikan dan lain-lain. Ini menunjukkan bahwa peran beras sebagai pangan pokok sebenarnya tidak tergantikan, tetapi orang Jepang makan beras semakin sedikit, dan pangan lainnya dikonsumsi lebih banyak sehingga kecukupan kalori secara keseluruhan tetap terpenuhi. Jepang mengandalkan impor produk-produk pertanian dari sejumlah negara. Dengan total impor senilai 4,578 miliar yen, Amerika mendapat pangsa ekspor sekitar 32%. Negara-negara lain yang juga mengekspor produk pertanian ke Jepang mendapat porsi lebih rendah dari AS misalnya China 12%, Australia 10%,Kanada 6%, dan Thailand 5%. Impor pangan jelas bukan merupakan hal yang haram bagi negara Jepang. Dengan sumber daya lahan yang terbatas, sulit bagi Jepang untuk berswasembada dalam produk-produk pertanian. Oleh sebab itu,impor menjadi alternatif lain bagi Jepang untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Kedelai, jagung, dan terigu menyedot sekitar 600 miliar yen nilai impor. Di tingkat domestik Jepang membangun sistem ketahanan pangan dengan memanfaatkan statistik data survai sehingga dapat diketahui level keswasembadaan pangan dari tahun ke tahun. Survai untuk memahami struktur pertanian dilakukan secara kontinu untuk memahami aspek tenaga kerja, infrastruktur dan lain-lain. Ketenagakerjaan sektor pertanian menjadi hal penting yang harus diperhatikan sebab pemerintah Jepang juga ingin mengetahui trend pekerja baru di sektor ini. Pembangunan infrastruktur pertanian menjadi syarat penting untuk mendukung pertanian yang maju. Untuk itu, pemerintah Jepang menganggap perlu survai infrastruktur ini yang dapat menjamin kelancaran distribusi produk pertanian. Perbaikan infrastruktur harus dilakukan terus-menerus sehingga tidak menjadi kendala penyaluran produk pertanian. Kelancaran transportasi sangat tergantung pada tersedianya sarana jalan. Negara maju sudah sangat memperhatikan sarana jalan ini mengingat perannya yang vital untuk berbagai keperluan. Negara kita tampak seperti negara yang sudah tua dan rapuh kalau melihat sarana jalan yang tersedia. Jalan rusak dibiarkan saja sehingga memperlama waktu tempuh perjalanan produk pertanian. Perkembangan jalan tol juga sangat lambat, sejak tol Jagorawi dibangun lebih dari 25 tahun yang lalu panjang jalan tol di seluruh Indonesia belum mencapai 1000 km. Bagaimana dengan infrastruktur lainnya seperti saluran irigasi? Di salah satu kabupaten di Jawa ditemukan bahwa 60% saluran irigasi dibangun pada zaman Belanda. Betapa malang nasib petani Indonesia . Untung Belanda dulu berbaik hati membangun saluran irigasi. Survai statistik pertanian di Jepang juga dilakukan untuk memahami aktivitas ekonomi petani. Manajemen pertanian dicermati dengan sungguh-sungguh, pergerakan harga komoditas pertanian senantiasa dipantau dengan melakukan survai pasar dan juga dilakukan analisis terhadap perkembangan sistem usaha tani yang lebih ramah lingkungan. Khusus untuk padi, pemerintah Jepang melakukan pendataan produksi atau panen setiap bulan yaitu tanggal 15 Agustus, 15 September, dan 15 Oktober, sampai tibanya panen final di bulan Februari. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya pemerintah Jepang memonitor tingkat keswasembadaan beras yang merupakan makanan pokok penduduknya. Berita di media massa Indonesia beberapa waktu yang lalu menyebutkan bahwa bulan Januari 2007 pemerintah memperkirakan surplus beras 500 ribu ton, tetapi meleset karena justru akan defisit lebih dari 350 ribu ton. Monitoring ketahanan pangan jelas memerlukan data yang valid. Di Indonesia, segala macam data tersedia.Yang tidak tersedia adalah data yang benar. Ini tentu hanya anekdot,namun mencerminkan betapa sinisnya sebagian masyarakat kita menyikapi kurang akuratnya data untuk memprediksi hal-hal penting yang diperlukan rakyat banyak. Ketahanan pangan wilayah menjadi perhatian negara Jepang karena negara tersebut sangat bergantung pada impor. Jepang tidak meninggalkan usaha pertaniannya, meski produk yang dihasilkannya tidak akan pernah mencukupi seluruh kebutuhan penduduk. Sebagai negara industri, Jepang sebagaimana juga negara Amerika tidak melupakan cikal bakal kehidupan masa lalu yang ditopang oleh sektor pertanian.ALI KHOMSANGuru Besar Pangan dan Gizi IPB
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda